AKU ADEL DAN INILAH KISAHKU PART XII
- PART 12
Tono
Aku pulang kembali kerumahku, setelah sebelumnya aku mengantarkan mbak Adel pulang karna disuruh oleh ibuku. Niatnya memang hanya itu, tapi mbak Adel malah memberiku lebih saat sampai dirumahnya. Waktunya kan pasti jadi lebih lama dari yang hanya sebatas mengantarnya pulang.
Aku harus pakai alasan apa jika ibuku bertanya! Berbagai alasan aku pikirkan di kepala ku, otak ku memilah milah manakah satu dari sekian banyak alasan yang masuk akal untuk aku utarakan pada ibuku nanti. Hemmm bingung juga mau pakai alasan yang mana. Biarlah aku pilih spontan saja nanti, aku sih berharap ibuku tidak bertanya apa apa. Semoga!.
Aku sampai di depan rumahku, mengucap salam lalu membuka pintu. Memasukinya lalu duduk sejenak dikursi. Ibuku datang menghampiri, lalu duduk dikursi sebelahku.
“Ton, ibu mau bicara sama kamu, penting!”
“Penting bu?”
“Iya, soal kamu sama guru lesmu tadi!”
“Guru lesku, ohhh mbak Adel bu?”
“Iya.”
Apa yang mau ibu bicarakan sama aku tentang mbak Adel? Apa ibuku benar benar curiga? Kalau ia, aku harus bagaimana? Kuharap tidak!
“Hemmm, bapak kemana bu?”
“Bapakmu ke mesjid, tuh lihat jam sudah waktunya isya! Kamu gak denger adzan tadi?”
“Hhe, denger kok bu.”
Aku semakin gugup dibuatnya. Gestur tubuhku tidak bisa menyembunyikannya.
“Ton!”
“Iya bu, ibu mau bicarain…. apa?”
“Ibu mau kamu jujur sama ibu! Tentang mbak Adel sama kamu Ton.”
“Jujur? Aku sama mbak Adel? Emang ada apa bu?”
“Ibu nemuin celana dalam wanita di dalem tas kamu waktu ibu beresin buku belajarmu. Itu punya mbak Adel kan?”
Deeghhhh,, jantungku seakan mau copot mendengar itu. Detaknya tiba tiba berhenti. Aku mematung. Bagaimana ini bisa terjadi, barang bukti yang aku pikir sudah mengamankannya. Malah dengan mudah ketahuan. Aku menatap sejenak wajah ibuku, lalu menunduk kemudian.
“Benarkan Ton, itu miliknya mbak Adel?”
Sekali lagi ibuku bertanya, memastikan bahwa benar celana dalam itu milik mbak Adel.
“Ii ii itu milik…..”
Mulutku berhenti berucap, aku tak tega menyebutkan namanya.
“Jujur saja sama ibu Ton, ibu tidak akan marah kamu kan anak yang jujur. Kasih tahu ibu Ton!”
“I i iya bu, itu milik mbak Adel. Maaf!”
“Ibu sudah curiga waktu pintu rumahnya kamu kunci dari dalam. Lalu ibu lihat wajah mbak Adel keringetan. Awalnya ibu kira itu memang karna kondisi rumah kita yang memang panas, tapi ini kan sudah sore tidak seharusnya merasa kepanasan. Sampai akhirnya ibu menemukan celana dalam wanita di dalam tasmu. Kamu sama mbak Adel sudah melakukannya Ton?”
“Mmmmaaaaffff bu, aku khilaf!”
Aku semakin menundukkan kepalaku, kedua tanganku aku taruh diatas lututku saling bertindih. Wajahku aku tenggelamkan disana, mataku mulai berlinang menyadari kesalahan yang telah aku perbuat. Kesalahan besar yang sampai diketahui oleh ibuku sendiri.
“Tidak apa Ton, jangan menangis!”
Ibuku mengusap punggungku, berusaha menenangkanku agar aku tidak menangis.
“Mmaaafinn aku bu, aku salahhhh! Jangan marahin aku bu, aku takut aku sudah berbuat dosa.”
“Ibu gak marah kok Ton, ibu juga dulu pernah muda sama seperti kamu. Ibu juga tahu rasanya kalau kita sudah tidak tahan. Cuma bedanya ibu wanita dan kamu laki laki, beda cara melampiaskannya. Tapi nafsunya ya sama saja, memang harus dilampiaskan. Bisa ke orang lain atau cukup oleh diri sendiri. Kamu sudah remaja Ton, nafsu kamu mungkin sedang menggebu-gebu. Jadi menurut ibu itu wajar saja, selama tidak ada yang merasa dirugikan.”
Aku kemudian mengangkat kepalaku, mengusap air mataku dengan kedua tanganku. Wajahku menoleh pada ibu.
“Ibu gak marah sama aku?”
“Tidak Ton, ibu memakluminya. Asal tidak ada paksaan diantara keduanya. Kamu tidak maksa mbak Adel buat ngelakuinnya kan?”
Aku menggelengkan kepalaku, tanda setuju.
“Kamu sudah ‘kentu’ sama mbak Adel, Ton?”
“Bebe be belum bu. Cuma sebatas saling pegang aja. Mbak Adel masih perawan kok, aku gak berani bu.”
“Hemmm itu pilihanmu Ton, kamu sudah besar bisa memilih yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Ibu cuma berpesan, jangan sampai ketahuan. Apalagi kalau bapakmu sampai tahu, bisa hancur rumah ini. Kamu juga bisa habis dipukuli bapak. Kamu ingat Ton, kamu cuma ketahuan nyuri mangga satu buah aja bapakmu marah besar sampai kamu di pukuli sapu lidi. Apalagi kalau kamu ketahuan ‘ngewe’ sama perempuan!”
Aku terperanjat mendengar itu, aku memandang wajah ibu lalu berkata.
“Ehhh… Iya bu, aku paham!”
“Inget ya Ton, jangan sampai ada yang tahu. Kamu harus menjaga rahasia ini. Kalau sampai ada yang tahu bukan cuma kamu saja yang malu, ibu bapak bahkan adikmu akan merasakan malunya juga Ton! Apalagi orang orang kan melihat mbak Adel itu sebagai wanita muslimah Ton, selalu pakai gamis dan berhijab. Jadi tolong kamu jaga ya, Ton!”
“Iya bu, aku coba sebisaku.”
“Dan inget satu lagi, Ton.”
“Apa itu bu?”
“Jangan main disembarang tempat!”
“Resikonya kan besar itu Ton. Ibu tahu kalau sudah sange, nafsu bisa membutakan pikiranmu. Tapi yo mboh dipikir dulu gitu loh. Masa nekat main dirumah sendiri, kan kamu tahu jam segitu ibu bapakmu sudah mau pulang. Gimana toh, Ton?”
“Hhe.”
Aku menggaruk rambut dikepalaku yang tak terasa gatal dengan senyum anehku yang tersungging dibibirku.
“Mbak Adel yang maksa bu, aku sih udah coba buat ngelarangnya. Tapi tetep dia lakuin sampai waktu nya memet dengan kedatangan ibu.”
“Ohhh jadi mbak Adel itu….. Ton?”
“Dia ngga seperti yang ibu bayangkan bu, mbak Adel itu gak seperti yang ibu lihat dari luar. Dalemnya beda bu!”
“Hemmm gitu ya? Coba ceritain tentang mbak Adel Ton!”
“Ceritain bu?”
“Iya Ton, ibu penasaran aja kok bisa luarnya tertutup tapi dalemnya… Yang katamu bilang tadi.”
“Agak aneh sih bu, cerita beginian ke ibu!”
“Anggap aja ibu temen curhatmu Ton. Ini kan tentang pendidikan sex juga Ton!”
“Iya deh bu aku ceritain, sebenernya mbak Adel itu cewek yang hyper bu.”
“Hyper? Apaan itu Ton, bahasa Inggris ya?”
“Eeeuhhh, iya bu artinya itu kaya berlebihan gitu bu sulit dikendalikan. Jadi kaya yang pengen terus gitu.”
“Ohhhh…”
“Nah dia tuh kaya gitu bu, cuma dia ngga ngeliatin aja ke orang lain dengan cara berpakaian muslimah bu. Padahal mah sifat sesungguhnya ya bertolak belakang dengan apa yang dipakainya.”
“Sangean gitu Ton?”
“Ya, semacam itu lah bu.”
“Jadi tadi juga gitu?”
“Iya bu, dia kan udah keluar duluan nah sementara aku belum. Karna dia belum ngerasa puas dan aku harus keluar juga jadi ya dia paksa buat terus ngelakuin padahal waktunya udah mepet. Dan aku udah berusaha nolak juga loh bu, tapi ya emang dasarnya mbak Adel itu cewek yang ibu bilang tadi ya aku ikutin mau dia aja, gak bisa nolak bu. Sampai akhirnya aku udah mau keluar bu, tapi ibu sama bapak keburu pulang.”
“Ga jadi keluar dong Ton?”
“Iya bu, masuk lagi kayaknya. Punyaku juga langsung menciut bu ketakutan kalian datang. Hhe.”
“Harus dikeluarin loh Ton, nanti kamu uring uringan kaya bapakmu. Bapakmu juga gitu kalau belum keluar. Udah sana ke WC keluarin dulu, Ton!”
“Udah kok bu!”
“Kok udah, tadi katanya belum sempet keluar Ton?”
“Udah bu dirumah mbak Adel, waktu tadi aku anterin pulang.”
“Ladalah dilanjut toh rupanya.”
“Hhe iya bu. Mbak Adel yang nawarin, ya aku kan gak bisa nolak bu. Mbak Adel itu sebenernya baik loh bu, cuma ya itu ‘gak bener’.”
“Pantes aja cuma nganterin pulang, kok kamu pulangnya lama. Lagi ‘main’ toh.”
“Hehe ya gitu deh bu.”
“Main apa Ton?”
“Ehhh… Mainnnnnn? Malu aku bu nyeritainnya!”
“Halaaahhh, kamu tuh. Daritadi kan sudah cerita juga. Gapapa diceritain aja, ibu kan pengen tahu juga kamu sudah ngelakuin apa aja sama perempuan yang katanya guru les itu. Hihi.”
“Aahhh ibu mah…”
“Ayo Ton!”
“Ya aku main belakang bu.”
Nada bicaraku melemah mengatakan itu, sampai sampai tak begitu terdengar oleh telinga ibuku.
“Haahhh? Apa apa Ton barusan main belakang?”
“Iya bu.”
“Di pantatnya Ton?”
Aku menganggukkan kepalaku tanpa menjawabnya.
“Loh loh loh ternyata mbak Adel ini, duuuhhh gak sangka ibu loh mbak.”
“Terus terus Ton?”
“Harus diceritaiin ya bu?”
“Nanggung loh Ton sekalian aja.”
“Ya mbak Adel yang minta bu, dia nawarin aku buat masukin punyaku ke lubang pantatnya. Ya udah aku coba bu, aku kan harus nurutin apa mau dia apalagi dia udah sange gitu bu, hhe.”
“Lanjut Ton!”
Ibuku mendengarkan dengan seksama, sepertinya ia antusias ingin tahu lebih jauh.
“Awalnya emang susah bu, sempit banget lubangnya. Tapi ya lama lama akhirnya bisa juga setelah dipaksa.”
“Gak sakit apa ya Ton?”
“Kata dia sih sakit diawalnya aja bu, tapi setelah digenjot ya enak enak aja bu. Sampai aku juga keenakan terus keluar deh didalem lubangnya. Ehehehe.”
“Duh duh anak ibu udah pernah ngerasain lubang bool ternyata. Bapakmu juga kalah toh Ton, belum pernah masuk lubang yang belakang.”
“Hhe, ibu mau coba? Coba aja bu enak loh!”
“Bocah semprulll, gundulmu….aku ini ibumu loh.”
Tangan kanan ibuku menjitak kepalaku.
“Ehhh, ehh, ehhh. Bu bu sakit bu. Bukan dengan aku lah, ya ibu sama punyanya bapak. Punyaku kan miliknya mbak Adel…”
“Huuuuu dasar, ibu pikir kamu yang mau ngajak ibu. Gila aja, ibu sama anak kandungnya ngentu. Bisa heboh kampung ini.”
“Ya nggak lah bu, aku juga masih waras kali bu.”
“Tapi ibu coba aja sama bapak, mbak Adel aja sampe keenakan loh bu.”
“Gak ah, sakit Ton, dulu kan bapakmu juga minta itu sama ibu tapi baru kepalanya doang yang masuk ibu udah kesakitan. Dan gak pernah mau lagi sampai sekarang.”
“Emang punya bapak gede ya bu, atau gedean punyaku? Hhe.”
“Udah ah, jangan liatin itu ke ibu, dosa tahu!”
“Hehe, iya iya bu.”
“Assalamualaikum… Bapak pulang!”
“Waalaikumsalam..”
“Waalaikumsalam…”
Obrolan kamipun berakhir setelah kedatangan bapak. Dan kami pun bersikap seperti biasa, seolah olah tak terjadi apa apa.
=¥=¥=
KEBIMBANGAN
Aku terperanjat dari tidurku, kulihat jam dinding di kamarku.
“Astaghfirullah udah jam 9 pagi ini, telat banget bangun tidurnya. Aku kecapean deh kayanya, kemaren bener bener hari yang gila. Dari pagi sampe malem yang aku lakuin isinya sex semua, udah gila emang kamu Del.”
“Kalau ibuku tahu, sudah pasti aku dimarahinya. Anak gadis kok bisa bisanya bangun tidur sudah siang gini. Malam tadi kamu ngapain aja?
Pasti gitu perkataannya, hihi.”
Aku bergegas menuju ke kamar mandi, dengan tubuh telanjangku aku berjalan memasukinya. Aku berjongkok lalu ku buang air seni ku yang ku tampung seharian kemarin. Aku berdiri lalu mengambil sikat gigi dan menuang pasta giginya ke atas bulu bulu sikatnya. Lalu memasukan ke dalam mulutku dan mulai menggosok gigiku.
Kulanjutkan kegiatan mandiku dengan memakai sabun dimukaku, sabun khusus muka ya sabun berbentuk gel dengan kandungan vitamin c agar mukaku senantiasa cerah bersinar, dan glowing tentunya, hihi.
Selesai dengan itu, kini bagian utamanya. Aku mengguyur seluruh badanku membasahinya sampai kesela sela kulit tubuhku. Kulanjutkan memakai sabun kesukaanku, seperti biasa sabun dengan aroma lavender yang membuatku tenang. Dari leher sampai ujung jari kakiku tak luput dari baluran busa sabun. Kuusap usap kedua payudaraku, perutku, punggungku, sampai paha dan selangkanganku. Vaginaku tentu jadi bagian ternikmat saat aku sabuni, apalagi saat klitorisnya tersentuh jari jariku.
Inginku menggosoknya lebih lama dan merasakan kenikmatannya. Tapi aku sudah mendapatkannya kemarin, seharian penuh. Masa aku melakukannya lagi hari ini, itu berlebihan menurutku. Mending aku tabung untuk hari esok atau hari esoknya lagi, agar kenikmatannya bisa semakin terasa nikmat.
Aku kemudian mengguyur lagi tubuhku, dengan lebih banyak air yang aku guyurkan. Memastikan keseluruhan kulit ditubuhku bersih dan tak ada sabun yang tersisa.
Selesai, aku mengambil handukku. Lalu mengeringkan tubuhku, aku lap dari atas sampai ke bawah sampai benar benar kering. Ku simpan kembali handukku di gantungan lalu keluar dari dalam kamar mandi menuju kamarku.
=¥=¥=
‘Sekilas cerita dari mang Asep’
“Duhhh mbak Adel kemana ya, kok gak keluar udah jam sembilan padahal. Apa dia pergi ya? Apa aku harus nunggu atau lanjut keliling aja? Tadi pagi udah kesini tapi mbak Adel gak ada sekarang kesini lagi belum ada juga. Kemana ya?”
“Tapi sepi disini gak ada yang beli. Ahhh… nunggu dulu aja deh, biarin sambil istirahat. Duh kebelet kencing lagi! Kencing dimana ya? Ahh belakang rumah mbak Adel aja lah, gak akan keliatan toh lagi sepi juga.”
Mang Asep kemudian berjalan menuju ke belakang rumahnya mbak Adel, ia berniat untuk membuang air kencingnya. Sesampainya ia disana langsung saja ia turunkan resleting celananya dan mengeluarkan penisnya. Memegangnya dengan tangan kanan dan mengarahkan lubang kencingnya ke tanah didepannya sampai air didalam nya keluar mengucur seperti air mancur.
Tapi dikesepian itu, telinganya mendengar sesuatu dari dalam bangunan rumah mbak Adel. Gemericik air yang sedang diguyurkan, suara itu yang membuat mang Asep penasaran. Setelah selesai dengan kencingnya, ia kembali memasukkan penisnya ke dalam celananya dan menutupnya.
“Kaya ada suara air, ini kamar mandi rumah mbak Adel bukan ya? Lahhh kok ada bangku panjang disini, siapa yang duduk duduk disini ya? Apa mbak Adel, kalau lagi mumet sendirian duduk disini sambil liatin kebun? Ahhh sebodo teuinglah, gak peduli juga.”
“Tapi bisa buat liat kedalem ini, ada gunanya juga ternyata. Naik ahh!”
Mang Asep menaiki bangku itu dengan hati hati, takut takut ia terjatuh. Kepalanya berada tepat disela sela bolongan dinding bangunan itu.
“Ya Tuhan, itu mbak Adel kan? Mbak Adel lagi mandi!
Ohh baru bangun rupanya, tadi berarti mbak Adel masih tidur bukan pergi. Ya ya ya. Gila tubuhmu mbak, putih gitu bersih lagi gak ada cacatnya. Udah kaya model aja mbak badanmu, tinggi langsing perutnya itu loh rata kaya gak ada lemaknya. Owwhhh memekmu mbak, bagus banget gak ada bulunya. Tembem mbak bersih gitu mbak, pasti harum enak buat dijilat mbak. Jadi kepengen aku mbak.”
“Ya mbak, sabunin semuanya mbak. Susu mbak, aahhhh ternyata bener mbak dugaan ku emang gede susunya mbak. Kemaren untung udah bisa megang aku mbak meski ketutup baju. Tapi sekarang aku udah bisa liat langsung mbak. Beruntung banget aku mbak, untung tadi nunggu dulu gak lanjut keliling kalau lanjut gak bisa liat tubuh indah dan seksi punyamu mbak.”
“Ahhh iya mbak sabunin terus memekmu mbak. Memek tembem mbak elus elus mbak, ayo aku liatin ini mbak. Duhhh jadi pengen coli nih, tapi nanti aja lah aku coli didalem kamar mandi sana. Sambil bayangin tubuh telanjang kamu mbak, uhhhh.”
“Ehhh gerobak sayurnya, lupa!”
Mang Asep turun dari bangku tempat ia mengintip, lalu berjalan menuju ke depan rumah nya mbak Adel tempat gerobak sayurnya ia tinggalkan. Dari kejauhan ia melihat ada seorang ibu yang berdiri memilih milih barang dagangannya.
“Tuhkan ada orang beli.”
“Mang Asep dari mana sih, kok jualannya malah ditinggal sendiri?”
“Abis kencing bu, kebelet tadi.”
“Ohhh. Aku beli ini ya mang, tempe tahu sama bakso terus cabai juga!”
“Iya bu, itu aja?”
“Iya mang.”
“Jadi dua puluh lima ribu bu.”
“Ini mang uang nya, pamit ya makasih.”
“Iya bu, sama sama.”
Ibu itu pergi setelah selesai berbelanja pada mang Asep, meninggalkan ia sendirian lagi kali ini.
“Mbak Adel bakal belanja daganganku gak ya?
Harus beli sih ini, kalau gak beli aku ketok aja pintunya biar mbak Adel keluar. Aku kan pengen liat dia pakai baju apa sekarang, setelah tadi liat dia telanjang. Ahaha.”
“Saaayuuuuuuuuurrrrr,,, sayurrrrrnya sayurrrrrr….
Ibu ibu sayurrrrrrrrr….”
=¥=¥=
Aku telah berpakaian kembali, kali ini daster merah marun yang ku pakai lengan panjang bermotif bunga. Dipadukan dengan hijab instan berwarna hitam dan sepasang dalaman berwarna hitam juga tentunya. Aku membiarkan wajahku tanpa riasan, biarlah aku tak akan kemana mana mungkin hari ini. Atau aku akan mengexplore lagi tubuhku, entahlah gimana nanti saja biar semesta yang mengatur jadwalnya.
“Saaayuuuuuuuuurrrrr,,, sayurrrrrnya sayurrrrrr….
Ibu ibu sayurrrrrrrrr….”
“Mang Asep? Dia datang lagi rupanya, ada yang harus aku beli nggak yah? Sayur? Tumis kangkung enak kali yah sama tempe goreng! Beli itu aja deh.”
Aku membuka pintu rumahku, memakai sendal lalu menghampiri gerobak sayur mang Asep.
“Mang beli…”
“Ehhh mbak Adel, baru selesai mandi ya?”
“Iya mang, kok mang Asep tahu kalau aku baru selesai mandi?”
“Tahu dong mbak, kan tadi li……… Ehhh kan kelihatan dari badan mbak yang wangi sabun sama seger gitu.”
“Ohhh kirain tadi li… itu lihat aku mang.”
“Yo nggak toh mbak, nggak lah… Masaaaa lihat sih mbak, gak mungkin!”
Kegugupannya menyiratkan sesuatu, hemmm ada apa ya?
“Mbak mau beli apa mbak? Mau masak lagi kah?”
“Iya mang, tiba tiba pengen masak tumis kangkung sama tempe goreng. Enak yah kayanya?”
“Ahhh kebetulan mbak kangkung sama tempe tersedia, seger seger mbak kaya badan mbak yang seksi itu gak ada cacatnya.”
“Emangnya mang Asep tahu kalau badan aku gak ada cacatnya? Kan belum pernah lihat.”
“Ya sudah pernah lah mbak, tadi kan saya li…… (Alaaaahhh, keceplosan lagi Sep) Euhhhh ya ngebayangin gitu mbak kan kelihatan tuh bentuknya, hehe.”
“Li.. li.. li.. terus dari tadi, li.. apa sih mang?”
“Ngg ngnggga kok mbak, gak ada apa apa. Li.. lidah suka keserimpet kalau ngomong mbak.. ya itu hhe.”
Makin aneh sikapnya mang Asep ini, ada sesuatu kayanya!
“Ohhh itu, yaudah aku beli kangkung sama tempenya ya mang!”
“Iya mbak, cuma itu doang mbak? Ayam, ikan atuh mbak sekalian! Bumbu bumbunya juga!”
“Nggak dulu deh mang kalau ikan sama ayam, kalau bumbu boleh deh mang yang buat tumis kangkung yah mang!”
“Oke mbak, bawang putih, bawang merah, sama cabe rawit. Udah mbak ini!”
“Jadi berapa semuanya mang?”
“Emmmmphhh, be be bentar mbak…”
“Kok jadi liatin dada aku lagi sih mang, lagi ngitung juga!”
“Hhe iya mbak, gak ada yang nonjol lagi kaya kemaren mbak. Gak keliatan sekarang…”
“Iya lah mang, sekarang kan aku pake BH.”
“Tapi emang nonjol kok mbak, warna pink bagus banget sekel…”
“Kok tahu mang?”
“Tadikan saya li….. Ehhh nggak mbak nggak…”
(Alaaahhh sia keceplosan lagi, dongo kamu Sep)
“Lidahnya keserimpet lagi mang?”
“Nah iiy iya itu mbak, hhe.”
Heemmm makin mencurigakan rasanya!
“Ada diskon lagi gak mang?”
“Diskon kan untuk pembelian pertama aja mbak!”
“Kalau gratis mang?”
“Kalau mau gratis ya paling kaya kemaren mbak, hhe.”
“Boleh deh mang, nih!”
Aku membusungkan dadaku ke arahnya.
“Yang lain dong mbak, susu mbak kan udah kemaren.”
“Pantat aku mang?”
“Iya mbak, sekarang giliran pantatnya mbak.”
“Tapi, mbak pake celana dalam yah?”
“Iya mang pake.”
“Dibuka ya mbak!”
“Loh kok dibuka mang, kan sama aja. Pegang nya juga dari luar daster aku kan.”
“Beda mbak nanti rasanya!”
“Kalau mbak tetep pake, jadi cuma lima puluh persen doang.”
“Kok gitu mang?”
“Mau nggak mbak?”
“Yaudah aku buka, tapi liatin sekitar dulu!”
“Aman kok mbak, sepi banget ini gak akan ada yang lewat kayanya.”
Aku menuruti permintaan mang Asep ini, aku terlebih dahulu menggeser posisi badanku. Kini aku berdampingan dengan badan mang Asep merapat ke pagar. Segera tanganku berusaha menurunkan celana dalam ku secara perlahan dan tanpa harus terlihat isi dalamnya oleh pandangan mata mang Asep. Setelah berhasil membukanya, aku pegang celana dalamku.
“Ayo mang, keburu ada yang datang!”
“Ehhh bentar mbak, saya boleh barter celana dalam mbak nggak sama dagangan saya?”
“Heemmm boleh pak, nih!”
Aku memberikan celana dalamku kepada mang Asep. Dengan cepat ia mengambilnya dari tanganku dan langsung menghirup didepan hidungnya.
“Hmmmmppphhh.. harum mbak!”
“Ihh jorok tau ngga mang, udah udah cepet sakuin ntar keliatan sama orang lain lagi!”
“Iya mbak iya.”
Mang Asep pun segera memasukan celana dalamku ke dalam saku celananya.
“Ayo mang cepetan!”
“Iya mbak iya, bawel banget mbak Adel ini.”
“Biar ngga ketahuan kan mang.”
Mang Asep mulai memegang pantatku, posisiku sekarang membelakanginya. Perlahan demi perlahan tangannya mengusap ngusap bongkahan pantatku, ia memutar mutar tangannya mengelus keseluruhan pantatku. Aku mulai merasakan jika ia mulai meremas remas pantatku, semakin lama semakin bertambah kencang kurasa.
Aku harus mengakhiri ini!
“Mang, udah mang.. mang Asep udah!”
“Bentar mbak dikit lagi yah.”
Mang Asep terus saja meremas pantatku, sampai sesuatu ku rasakan. Tangannya mendorong punggung ku ke bawah, sampai posisi badanku kini menjadi menungging. Dalam posisi ini pantatku semakin terlihat mencuat dan memudahkannya untuk meremas dan membelainya secara keseluruhan. Sampai akhirnya, tangannya mencoba menekan vaginaku, mengelus elusnya sejenak sampai aku ikut terbawa suasana dan mendesah.
“Aaahhhh…”
Aku menikmati perbuatannya dalam waktu beberapa detik. Sampai aku menyadari hal itu. Aku langsung berdiri sedikit menjauh dari tubuhnya, kubalikan badanku menghadapnya.
“Kok gitu sih mang, kok sampai megang itu aku? Kan perjanjiannya pantat doang mang!”
“Hhe maaf mbak gak tahan saya.”
“Dassarrrr…”
“Mbak saya ikut ke kamar mandi mbak ya, udah kebelet ini pengen pipis. Ya mbak!”
Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda setuju kalau aku mempersilahkannya. Ia dengan cepat masuk ke dalam kamar mandiku dan menutup pintunya, bahkan suara pintu tertutup pun sampai terdengar keluar olehku saking terburu burunya.
Aku kemudian masuk kedalam rumahku sambil membawa kresek belanjaanku dan tak lupa menutup pintu. Aku bawa kresek itu dan menyimpannya di dapur. Sekilas aku mendengar mang Asep memanggil manggil namaku. Untuk apa? Kudengar juga desahan setelahnya.
Apa mang Asep pipis enak ya? Masa pipis biasa sambil mendesah kan gak mungkin juga. Atas rasa penasaranku, aku mencoba mengintipnya dari lubang kunci dipintu. Lubangnya cukup untuk mengamati kegiatan mang Asep didalam kamar mandi. Dan benar saja saat aku pertama melihatnya ia sudah tak memakai pakaiannya. Mang Asep sudah telanjang bulat sambil tangannya sedang mengocok batang penisnya.
Betul sekali dugaanku, setelah ia meremas pantatku dan memegang vaginaku mang Asep tak tahan ingin langsung coli rupanya. Sialan emang! Lihat aja nanti mang… Hemmmm!
Mang Asep mendekat ke arah pintu! Mau apa dia? Apa sudah selesai atau dia ingin membuka pintunya? Aku segera beranjak untuk sembunyi dibalik tembok dapur. Tapi tak ada suara pintu terbuka, ku tunggu beberapa detik untuk memastikan. Ya benar, malah sekarang terdengar suaranya menyebut nyebut lagi namaku.
Aku mencoba untuk mengintipnya kembali, sebelah mataku ku posisikan tepat dilubang kuncinya lagi. Kini kulihat tangan kirinya memegang celana dalam hitamku, menempelkannya tepat didepan hidungnya sambil sesekali ku lihat celana dalamku dihirupnya seperti diluar tadi. Ohhh tadi dia ngambil celana dalamku disaku celana rupanya. Sementara tangan kanannya terus saja asik mengocok batang penisnya. Ukurannya persis seperti punya Tono jika aku bandingkan. Lumayan lah, mungkin ukuran standar orang orang dikampung ini ya segitu.
Akan kugoda kamu mang Asep, tunggu saja.
Aku terus melihatnya, terus mendengarkan desahannya juga ocehannya. Sampai aku dengar kalau ia tadi sudah melihat tubuh telanjangku. Haaahhh, tadi? Kapan? Dimana?
Samar samar aku mendengar ia mengoceh seperti ini.
“Duh mbak Adel akhirnya kesampaian juga aku coli di kamar mandimu ini mbak sambil ngebayangin tubuh indahmu mbak, tubuh seksimu, tubuh telanjangmu itu yang aku lihat tadi waktu kamu mandi mbak. Uhhhh bagus banget mbak susu sama memekmu mbak, apalagi pas disabunin mbak uuhhhhhh bikin aku sange mbak. Pengen megang susu sama memekmu langsung mbak, tanganku sudah gak tahan mbak… Aahhhh…”
Haaahhhhh mang Asep sudah lihat tubuh telanjangku. Jadi, tadi kata li..li..li.. itu artinya lihat! Mang Asep ngintipin aku mandi rupanya, kurang ajar memang seenaknya aja ngintipin aku mandi. Memang bener apa kata Bu Ratmi, mang Asep, Dani dan Tono itu sebelas duabelas mereka. Kelakuannya sama aja!
Awas ya mang akan aku balas, aku gak akan biarin kontol mang yang jelek itu, yang bengkok ke kanan, yang jahitan sunatnya gak rapih itu bisa seenaknya ngecrot di dalam kamar mandiku. Awas aja!
Ku amati pergerakan tangannya yang sedang mengocok, jika semakin cepat berarti sudah mau keluar tentunya. Dan aku harus mencegah itu terjadi. Sampai akhirnya waktunya telah tiba.
“Mbak Adel aku gak tahan mbak, kontolku ingin muncrat di atas susu montokmu yang kenyel itu mbak.”
“Ahhhh..”
“Ahhhh..”
“Aaahhhhh gak kuat mbak mau muncrat…”
“Aakkuuu kkkeellllluuuu…….”
Kkklekkkk… Aku membuka pintu kamar mandi dan langsung memasukinya. Berdiri tepat dihadapan mang Asep.
“Ohhhh jadi mang Asep tadi ngintipin aku mandi ya, enak banget mang langsung coli gitu setelah tangannya tadi megang megang pantat sama memek aku. Mang Asep kok tega sih coli sambil ngebayangin tubuh aku mang?”
“Eehhh mbak, kok masuk mbak, saa sa saya gak sengaja taa ddi ngntippiinn mbak maan manndi mbbaakkk.. maaf mbakk maaff saya saalllahh..”
Suaranya tergagap mendengar penjelasanku, ia gugup rupanya. Ku lihat penisnya sudah mulai menciut tak sebesar tadi, dan ku yakin isi cairan didalamnya belum sempat keluar. Yeeee aku berhasil.
“Enak aja maaf maaf, mang Asep kurang ajar ya sama aku, kok tega sih mang? emang aku salah apa sama mang Asep. Apa karna aku minta dagangan mang Asep secara gratis terus?”
“Eehhh mbak, nggak kok mbak mbak Adel gak salah yang itu saya udah berbuat kaya gini ke mbak Adel. Maafin saya mbak maaf,, saya bener bener minta maaf mbak.”
“Gak perlu minta maaf!”
Nadaku semakin tinggi mengucapkan itu.
“Katanya mau ngecrotin susu aku mang ayo! Ini udah ada didepan mata mang Asep, kontol mang belum keluarkan? Ayo mang!”
“I i iitu cuma bercanda kok mbak, saya gak bermaksud begitu sama mbak Adel.”
Kurasakan dari gestur tubuhnya yang kini seakan ketakutan mendengar suaraku. Memang nada bicaraku, aku sedikit tinggikan untuk mengintimidasi saja dan ini hanya bagian dari skenarioku. Tidak benar benar marah, aku padanya. Maaf ya mang Asep, hihi.
Aku melangkahkan kakiku sangat pelan, mendekat ke arahnya sambil membuka hijabku, melemparnya ke keranjang pakaian kotor. Lalu disusul dengan dasterku aku loloskan dari kepalaku sampai terlepas seluruhnya. Aku melemparkannya juga ke keranjang.
Kini tinggal BH hitamku saja yang menempel pada tubuhku. Aku tak ikut melepaskannya, hanya menariknya kebawah saja sampai kedua payudaraku menyembul keluar.
Aku berjalan mendekati mang Asep, semakin mendekat sampai ia terlihat mundur merapat ke dinding.
“Ini kan yang mang Asep mau?”
Nada bicaraku tetap sama seperti sebelumnya, tetap mengintimidasi. Tanganku sambil meremas remas payudaraku. Aku terus melangkahkan kakiku semakin dekat dengan tubuhnya, sangat dekat sampai payudaraku menyentuh dadanya dan vaginaku kutekan menyentuh penisnya.
Sayang, (ia) tak bangun kembali, (ia) tampak layu saat ini, padahal pasangannya datang untuk menghampiri.
“Ayo mang, tadi katanya mau remes susu aku, tadi katanya tangan mang Asep mau megang memek aku juga. Ayo mang semuanya sudah ada di depan mata mang Asep. Kaya gini loh mang!”
Tanganku meremas payudaraku tepat didekatnya.
“Eehhh mbak kok, mbak gini mbak… Saya cuma bercanda tadi mbak…sumpah mbak! Ampun mbak… Jangan laporkan saya mbak.. tolong!”
“Kenapa mang, kok sekarang malah takut? Tadi katanya mau ngecrot di susu aku yang kenyel ini mang. Kok sekarang gak berani mang? Kok mang Asep malah minta ampun sama aku, kenapa mang?”
“Uuudah mbakkk udahhh, saya minta maaf mbak… Ampun mbak, saya salah mbak udah kurang ajar sama mbak… Ampun mbak…”
Mang Asep semakin ketakutan dengan semua ocehanku. Tapi aku menikmati ini, ini pengalaman baru menurutku ahahaha.
“Kok minta ampun sih mang, ini loh susu aku udah ada didepan mata mang Asep. Tinggal remes aja mang! Tapi kalau mang Asep berani!”
Muka jutekku tiba tiba ku keluarkan membuat mang Asep semakin ketakutan. Aku kemudian jongkok di hadapannya, membusungkan dadaku dan menekannya ke atas dengan kedua tanganku. Semakin mencuat susuku ini.
“Ayo mang Asep, katanya tadi mau muncrat di atas susuku! Ini mang udah aku kasih loh..”
“Mbak udah mbak, maaf saya emang salah mbak. Saya ngaku salah mbak,, ampun mbak tolong…”
Mang Asep mencoba melangkah. Tapi kedua tanganku menahan pahanya, ia tetap pada posisinya semula.
“Mau kemana mang? Mang Asep kan belum keluar, ayo kocok lagi kontolnya mang. Lihat tuh jadi layu gitu aku gak tega liatnya mang!”
“Udah mbak biarin saya keluar!”
“Gak boleh! Mang Asep harus muncrat dulu di susu aku.”
“Nggak mbak, udah cukup mbak!”
“Atau mang Asep malah pengen muncrat di memek aku mang?”
Dengan nada pelan, aku semakin menggodanya.
Aku kemudian merubah posisiku, kini aku duduk dilantai kamar mandi dengan mengangkangkan kedua kakiku. Tangan kananku hinggap di atas memekku, lalu mengelus elusnya. Aku terus menggoda mang Asep.
“Ayo mang kocok lagi kontolnya, memek aku udah siap nih buat di muncratin sperma kontolnya mang Asep. Ayo mang cepet mang!”
Tidak ada pergerakan dari mang Asep, tubuhnya kaku, kakinya gemetar tangannya juga sama. Apa aku berlebihan ya? Mungkin juga, ya sudah aku beri dia kejutan saja setelah ini.
Namun baru aku hendak berdiri untuk mempersilahkan tangannya menyentuh tubuhku, dan memberi tahunya kalau aku tadi hanya bercanda. Seorang ibu berteriak dari luar rumahku, beliau memanggil nama mang Asep. Mungkin ingin membeli dagangan mang Asep.
“Mang Asep….. Mang Asep….dimana sih mang?
Ini gerobaknya loh ditinggal disini gitu aja!
Mang Asep……maaaannnggggggg…..”
Kami berdua terkejut mendengarnya.
“Mbak ada yang manggil saya mbak, saya keluar dulu!”
Dengan terburu buru mang Asep menjauh dari tubuhku, dari gelagatnya mang Asep nampak senang kalau perlakukanku tadi telah berakhir.
Aku loh cuma bercanda mang Asep!
“Pake dulu bajunya mang!”
“Iya mbak.”
Aku dan mang Asep memakai pakaian kami masing masing.
“Mbak Adel….. Assalamualaikum…”
Tok… Tokk .. tokkk…
“Mbak Adel ada dirumah tidak?”
“Itu Bu Ratmi mbak!”
“Iya mang, suara Bu Ratmi.”
“Sautin dulu mbak biar gak curiga!”
“Iya mang.”
“Iya bu waalaikumsalam, sebentar!”
Aku selesai berpakaian lebih dulu ketimbang mang Asep. Aku berjalan ke depan menemui Bu Ratmi.
Kleekkk, ku buka pintu.
“Ehhh Bu Ratmi.”
“Iya mbak Adel, mbak Adel lihat mang Asep tidak?
Saya mau beli sayur, tapi cuma ada gerobaknya saja. Mang Asepnya tidak ada mbak. Barangkali mbak lihat?”
“Ada kok bu, mang Asep lagi di kamar mandi. Mules katanya kebelet buang air besar.”
“Ohhh pantesan. Tak kira kemana, dipanggil panggil tidak ada orangnya.”
Mang Asep keluar kamar mandi, lalu berjalan mendekati kami berdua.
“Hhe maaf Bu Ratmi, tadi numpang buang air besar dulu. Mules bu!”
“Iya mang, aku mau beli ayam sama sosin mang!”
“Boleh bu, ayo!”
Mereka berdua lantas keluar dari rumahku menuju gerobak sayur mang Asep. Aku masih berdiri didepan pintu, sambil otakku berpikir sesuatu. Seperti ada yang kurang, tapi apa ya? Aku terus mengingatnya, hheemmmmm.. apa ya?
Aku menurunkan tanganku ke pinggang dan mengingat sesuatu. Ahhhh.. celana dalam, ya barterannya belum aku ambil.
Aku kemudian menyusul mereka.
“Mang.”
“Iya mbak.”
“Hadiah untuk aku tadi belum aku ambil mang lupa, hhe.”
“Hadiah? Hadiah apa ya mbak?”
“Itu loh mang barter CD…”
Aku berbisik di telinga mang Asep, ku lihat wajah Bu Ratmi seperti kebingungan menyaksikan aku dan mang Asep.
“Ohhh itu mbak, boleh deh mbak. Mbak mau apa?”
“Heemmmm, ikan nila itu boleh gak mang?”
“Boleh kok mbak, itu aja?”
“Iya mang, itu aja kok. Cukup.”
“Nih mbak!”
Mang Asep membungkuskan ikan nila yang aku tunjuk dan memberikannya kepadaku.
“Makasih ya mang, buat ikan nila gratisnya!”
“Loh gratis mbak?”
“Iya Bu Ratmi gratis, hadiah dari mang Asep yang baik hati di hari ini. Katanya semua pelanggannya dapat hadiah gratis dari mang Asep bu khusus hari ini. Ayo bu silahkan dipilih!”
“Yeeee beneran ya mang, asikkk dapet dagangan gratis.”
“Loh loh loh,, kok gitu mbak?”
Aku hanya tersenyum kepadanya.
“Nggg ngg ngga kok Ratmi gak geratis bu…”
“Yeee mang kok mbak Adel dapet gratis aku nggak, jangan pilih kasih gitu dong sama pelanggan mang. Aku loh pelanggan setia mang Asep.”
“Ya ya gak gitu, mbak Adel kan tadi udah….”
“Makasih loh mang, aku mau ayam gratis ya. Sama sosin ini mang!”
“Ehhh.. ehhh.. ngga bu ngga….”
“Aku pamit ya Bu Ratmi, mang Asep.. makasih ya mang.. assalamualaikum.”
“Iya mbak, waalaikumsalam..”
“Iiyya mbak, waalaikumsalam…”
Ku lihat mukanya, kecut sekali seperti jeruk nipis yang belum matang. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya dengan mereka berdua. Apa Bu Ratmi mendapatkan belanjaannya secara gratis atau mang Asep menolaknya dan memaksa Bu Ratmi untuk tetap membayar.
Entahlah aku tak sempat mendengarkan kelanjutan obrolan mereka. Kalau pun Bu Ratmi dapet gratis juga kan mang Asep ini yang rugi. Aku sih masa bodoh, hihi. Biarlah, nanti aku beri hadiah juga buat mang Asep. Sabar ya mang nanti ada surprise dari aku. Tunggu aja mang Asep pasti dapet.
Aku berjalan menuju pintu, memasuki rumahku lalu menutupnya kembali. Aku berjalan ke dapur untuk menyimpan kresek ikan nila tadi. Lalu kembali kedepan dan duduk di kursi sofa.
“Haaahhhhhh… Aku berlebihan gak yah tadi ke mang Asep? Mang Asep kaya ketakutan gitu sampai penisnya layu dan gak bangun lagi. Padahal udah dikasih liat payudara sama vaginaku, tapi tetep aja.”
“Aku belum sempet ngasih tau lagi kalau aku cuma bercanda. Belum sempet minta maaf juga, Bu Ratmi sih keburu datang. Ganggu aja ibu mah!”
“Heeemmm, semoga aja mang Asep tau kalau aku tadi bercanda. Aku gak serius kok tadi mang, becanda doang. Tapi tadi mang Asep minta ampun terus, apa setakut itu ya dia? Kalau dia nganggap tadi aku beneran gimana ya? Dia bakal ngapain aku ya, balas dendam kah. Ihhh jadi serem!”
“Hemm.. tau ah bingung. Besok juga kan dia kesini lagi, tinggal aku jelasin deh beres kan. Aman Del tenang aja!”
Bersambung…….







